Kamis, 17 Juli 2014

"Dia, kekasihku.."

"Dia, kekasihku.."

Ini, cerita tentang percakapan dua sisi seseorang. Ada sisi pertama dan sisi kedua. Di sini, tidak ada penamaan untuk kedua sisi dari diri seseorang itu. Karena yang ngepost ini pun gatau mau ngasih nama apa untuk dua sisi yang berbeda pendapat ini.
Jadi penamaannya, diserahkan sepenuhnya kepada pembaca. Selamat membaca yaa, semoga bermanfaat.. :)

Suatu ketika, ada seseorang yang sedang gundah. Pikirannya sedang berseteru, menimbulkan perbedaan pendapat dalam dirinya sendiri..
Perseteruan dari pikirannya ini, berawal dari sikap kekasihnya yang suka bercanda dan menegurnya dengan ejekan. Tapi kali ini, ejekan itu terasa begitu melukainya hingga membuatnya sedih dan menangis..

Sisi pertama pun mulai bertanya: "Ketika di luar sana banyak yang memujimu, kenapa masih bertahan dan bersama dengan yang sering mengejekmu dalam candanya?"

Lalu sisi kedua menjawab: "Karena, jika aku bersama dengan orang yang hanya selalu memujiku, mungkin aku tidak akan menjadi orang yang lebih baik lagi dari pujiannya. Tapi, saat aku bersama dengan orang yang sering mengejekku dalam candanya, tanpa sadar aku selalu berusaha menjadi lebih baik agar tidak diejekknya lagi. Dia mengejekku hanya ingin tertawa, karena dia tau wajahku akan terlihat lucu kalau cemberut."

Sisi pertama masih belum puas dengan jawaban dari sisi kedua dan bertanya lagi: "Tapi, bukankah terkadang kau juga merasa sedih dan menangis karena ejekannya? Kenapa masih tetap bertahan? Itu menyakitkanmu.."

"Mungkin itu caranya, agar dia punya alasan untuk memeluk dan menjadi penenangku. Dia ingin membuatku menangis dulu, lalu kemudian memeluk dan menenangkanku, tersenyum sambil berkata kepadaku, "aku cuma bercanda.." Itu tidak menyakitkan, justru menguatkanku."

Sisi pertama mulai berontak, kemudian bertanya lagi ingin menggoyahkan: "Bagaimana kamu bisa yakin, kalau segala ejekannya hanya sebuah candaan? Bukankah dia juga sering memuji orang lain di hadapanmu? Sedangkan kamu sendiri diejeknya!"

Sisi kedua terdiam sejenak, lalu menjawab: "Hmmm..kalaupun dia serius dengan segala ejekannya, itu berarti dia juga serius ingin membuat aku menjadi lebih baik. Buktinya, walaupun dia mengejekku dan memuji orang lain di depanku, dia tidak meninggalkanku setelah mengejekku kan? Dia tetap denganku, bertahan dengan orang yang selalu diejeknya ini."

Kali ini, sisi pertama yang mulai diam dan berpikir: "Jadi, kamu tetap ingin bersamanya? Kamu tidak ingin menggantinya?"

Dengan lantang sisi kedua pun menjawab: "Bagaimana mungkin aku akan mengganti dia yang selalu ingin membuatku menjadi lebih baik? Bagaimana juga aku bisa mengganti dan menemukan lagi orang yang seperti dia, yang tau dan jujur dengan segala kejelekkan ku, tapi tetap bertahan denganku, bagaimana bisa?"

Sisi pertama hanya terdiam. Melihat itu, sisi kedua tidak ingin terlihat terlalu menghakimi sisi pertama, kemudian berkata lagi: "Entahlah, kita belum tau kawan, apakah dia adalah yang terbaik untukku nanti atau bukan. Mungkin saja semua keraguanmu tentang dia, akan menjadi benar dan menjadi berita duka di akhir cerita. Sedangkan segala keyakinanku, akan menjadi sebuah penyesalan yang menyakitkan. Aku tak pernah tau pasti, tapi yang aku tau, itulah dia. Dia, kekasihku.."

"Dan aku, masih tak ingin menggantinya.."

Akhirnya, dengan keyakinan dari sisi kedua tersebut, orang ini memutuskan tetap bersama kekasihnya. Pikirannya sendiri telah menemukan alasan- alasan kenapa dia masih ingin bertahan dengan kekasihnya yang telah membuatnya bersedih. Semua alasan dari keyakinannya telah mengalahkan segala keraguannya. Dan dari keyakinan itu, dia bertahan dengan harapan agar ceritanya ini bisa berakhir dengan bahagia..

-----------Selesai-----------

Ceritanya selesai, dan seperti biasa harus ada kesimpulan dari cerita yang sudah ada. Agak bingung menentukan apa kesimpulannya sih, tapi pernah mendengar kata- kata dari ceramah. Entah ini nyambung atau ga sama cerita di atas. Katanya, "Pasanganmu adalah pakaian bagi dirimu, dan dirimu adalah pakaian pula bagi pasanganmu. Sehingga, apabila salah satunya saling memburukkan, sesungguhnya sama saja memburukkan dirinya sendiri. Karena dia telah memburukkan apa yang telah dia pilih sebagai pakaiannya. Tapi, apabila dia saling membaguskan pasangannya, maka itu berarti dia telah membaguskan dirinya sendiri."

Intinya sih, jangan mudah mengganti seseorang yang sudah kamu pilih, hargai dia, dan jika ingin menjadikannya lebih baik, kalau bisa jangan dengan cara atau kata-kata yang dapat menyakitinya juga. Karena terkadang, hal yang menyakitkan itu bisa membuat pikirannya berlomba lagi untuk memilih, antara bertahan atau melepaskan..
Kalau katanya sih ya, "Ucapan itu seperti bibit. Bila sudah sampai ke hati, maka bisa saja akan tumbuh dengan wujud yang lain di masa depan."
Itulah mengapa ada pepatah, "Berpikir sebelum berbicara", jangan sampai berakibat buruk sekarang maupun di masa depan.

Sekian yaah, salah kurang, salah khilaf, mohon maap. :')
Sampai jumpa di entri selanjutnya yang entah kapan yaa.. ;D